unining ati kang kothong.....

Minggu, 03 April 2011

TAK CUKUP HANYA SETIA


“Jangan setengah-setengah mencintaiku. Katakan iya atau tidak sama sekali. jangan berkata mungkin”.
“Sungguh, aku mencintaimu. Kata –mungkin- tak cukup untuk mewakili rasa ini. Tapi sikapku padamu, kurangkah?”
“Aku tak tahu. Aku tak bisa membaca sikapmu.”
Ya. Aku benar-benar tak bisa membaca sikapnya. Kadang begitu manis. Tapi kadang –mungkin tak disadarinya- menyakiti hatiku.
            “Apa yang harus aku lakukan agar kau percaya padaku, ?”
             Aku hanya terdiam. Aku benar-benar tak tahu. Aku tak tahu apa yang aku inginkan. Tapi aku punya rasa, yang bisa merasakan sikapnya padaku. Yang kadang begitu manis. Meski kadang –mungkin tak disadarinya- menyakiti hatiku.
            “Mungkin kita perlu waktu”, ucapku lirih “Kita perlu waktu untuk merenung”.
            “Apa yang harus kurenungkan?”
            “Apapun. Tentang kau. Tentang aku. Tentang kita”.
            “Jeng...Ajeng. Please, dengarkan kata-kataku. Aku sungguh-sungguh mencintaimu. Sikapku padamu kurangkah? Katamu aku harus merenung. Tentang aku, tentang kau, tentang kita. Aku bingung...apa yang harus aku renungkan. Tentang aku, tentang kau, tentang kita itu katamu. Memangnya apa yang salah dengan sikapku selama ini?”
            “Nggak ada. Mungkin hanya perasaanku”.
            “Please Jeng. Tolong jelaskan padaku. Aku benar-benar tak tahu apa yang kau inginkan”.
            Aku juga tak beda sepertimu, batinku. Aku juga tak tahu apa yang kuinginkan. Tapi aku punya rasa, yang bisa merasakan sikapmu padaku. Yang kadang begitu manis. Meski kadang –mungkin tanpa kau sadari- menyakiti hatiku.
***
            Nama lengkapku Ajeng Kusuma. Panggil saja Ajeng. Ajeng adalah kata dari bahasa Jawa yang artinya “akan”. Kusuma adalah nama lain dari bunga, kembang. Ajeng Kusuma “akan menjadi bunga atau kembang” itulah kurang lebih harapan orangtuaku padaku, yang dilekatkan pada namaku.
            Dan aku adalah sekuntum kembang yang sedang mekar. Banyak sekali kumbang yang menghampiriku. Tak hanya satu, dua atau tiga. Tapi banyak. Tak cukup jariku untuk menghitungnya.
            “Maukah kau menjadi permaisuri hatiku” katamu dulu. Pada suatu waktu yang telah lalu.
            Dan aku hanya bisa tersenyum. Senyum teka-teki bagimu. Dan bagiku, itu senyum penutup rasa gundahku, rasa raguku, dan rasa-rasa yang lain.
            Bagiku, kau adalah kumbang yang selalu bisa mencuri perhatianku dibandingkan dengan kumbang-kumbang yang lain. Ah, bukan kumbang sebenarnya. Seperti aku yang juga bukan kembang. Kau lelaki dan aku perempuan. Laki-laki seutuhnya dan perempuan seutuhnya.
            Jika laki-laki bertemu wanita atau wanita bertemu laki-laki maka akan ada perasaan yang beda. Perasaan yang mengaduk-aduk hati. Mengubahnya menjadi rindu yang mengharu biru jika tak bertemu. Jika bertemu, sejuta kata yang ingin kita ungkapkan meski bibir terkatup rapat. Kehabisan kata, bungkam seribu bahasa.
***
            Nama lengkapku Putra Bagus. Sesuai dengan namaku “Putra Bagus”, aku adalah lelaki yang tampan. Bukan...bukan aku yang bilang begitu. Itu kata orang-orang di sekelilingku. Lihat saja, jika aku berjalan di keramaian maka banyak perempuan yang menatapku. Sungguh, itu sangat membuatku tak nyaman meski jujur aku kadang sangat menikmatinya.
            Dan sebagai lelaki yang cukup tampan, sangat mudah bagiku untuk hinggap di kembang manapun yang aku suka. Aku adalah kumbang idaman yang sangat diharapkan oleh kembang-kembang itu.
            “Maukah kau menjadi permaisuri hatiku” kataku dulu. Pada suatu waktu yang telah lalu.
            Dan kau hanya tersenyum. Senyum teka-teki bagiku. Senyum yang tak bisa kutebak apa maknanya.
            Bagiku, kau adalah kembang yang selalu bisa mencuri perhatianku dibandingkan dengan kembang-kembang yang lain. Ah, bukan kembang sebenarnya. Seperti aku yang juga bukan kumbang. Kau perempuan dan aku laki-laki. Perempuan  seutuhnya dan laki-laki seutuhnya.
            Jika laki-laki bertemu wanita atau wanita bertemu laki-laki maka akan ada perasaan yang beda. Perasaan yang mengaduk-aduk hati. Mengubahnya menjadi rindu yang mengharu biru jika tak bertemu. Jika bertemu, sejuta kata yang ingin kita ungkapkan meski bibir terkatup rapat. Kehabisan kata, bungkam seribu bahasa.
***
            Ya...kami berdua pun merajut cinta bersama. Mencoba tuk merangkai asa dalam satu kisah. Saat ini. Ya..saat ini. Karena kami tak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan.
***
“Jangan setengah-setengah mencintaiku. Katakan iya atau tidak sama sekali. jangan berkata mungkin”.
“Sungguh, aku mencintaimu. Kata –mungkin tak cukup untuk mewakili rasa ini. Tapi sikapku padamu, kurangkah?”
“Aku tak tahu. Aku tak bisa membaca sikapmu.”
Kejadian itu kembali membayang di benakku. Berawal dari rasa bosan yang mulai menyerang diriku, menggerogoti hatiku, dan menguras pikiranku.
Ada apa yang salah? Dia  lelaki yang sempurna di mataku. Begitu baik dan begitu setia. Atau ada yang salah denganku? Kupikir tidak. Aku juga selalu setia. Seperti dia.
Tapi aku tak bisa mengusir rasa bosan ini. Salahkah aku jika rasa bosan ini tiba-tiba datang. Dan tanpa aku inginkan, rasa bosan ini menjelma menjadi rasa ragu. Ragu pada cintanya padaku.
***
“Jangan setengah-setengah mencintaiku. Katakan iya atau tidak sama sekali. jangan berkata mungkin”.
“Sungguh, aku mencintaimu. Kata –mungkin tak cukup untuk mewakili rasa ini. Tapi sikapku padamu, kurangkah?”
“Aku tak tahu. Aku tak bisa membaca sikapmu.”
Kejadian itu kembali membayang di benakku. Berawal dari rasa bosan yang mulai menyerang dirinya, menggerogoti hatinya, dan menguras pikirannya.
Ada apa yang salah? Aku lelaki yang sempurna di matanya. Begitu baik dan begitu setia. Atau ada yang salah dengannya? Kupikir tidak. Dia  juga selalu setia. Seperti aku.
Tapi dia tak bisa mengusir rasa bosan itu. Salahkah dia jika rasa bosan itu tiba-tiba datang. Dan tanpa dia inginkan, rasa bosan itu menjelma menjadi rasa ragu. Ragu pada cintaku padanya.
***
            Ya...mereka berdua kini di tempatnya masing-masing. Mencoba tuk merenungi tentang dirinya sendiri, tentang kekasihnya, dan tentang hubungan mereka berdua. Ya..kala bosan mendera, jenuh menyapa...tak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada mereka besok. Cinta...ternyata tak cukup hanya setia.
          Yogyakarta, 17 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar